Haji Itu... Tak Diprediksi. | Pre-Hajj

Kemarin, sempat aku tulis beberapa cerita terkait haji dan umroh. Cerita sederhana, bagaimana akhirnya aku bisa berangkat haji pada periode kali ini. Kalau berpikir aku riya, tidak masalah. Wong, pada dasarnya saya masih sangat noob dalam beragama. Masih suka lihat sana sini untuk belajar, istilahnya sih masih 'kosong' ilmunya.

Kali ini niatku melanjutkan ceritanya aja sih. Biar ntar kalau udah semua postingannya, aku tinggal copy paste aja ke Instagram. Sama-sama kena lah. Blog jalan, Feed di Instagram juga ga kentang-kentang amat.

Aku mau cerita sedikit, beberapa minggu sebelum keberangkatanku adalah saat penuh drama. Iya, seriusan. Dramanya tidak tanggung pula, macam pemain sinetron gitu. Harus bolak-balik ke sana kemari hingga akhirnya aku berangkat ke tanah suci.

Aku kurang ingat, tepatnya kapan, cuma aku ingat betul kejadiannya. Waktu itu, aku sempat menerima surat dari Departemen Agama terkait keberangkatan haji. Iya, aku dapat surat itu setidaknya 2 kali dan aku abaikan. Kenapa? Karena terakhir kali ketika aku coba cek waktu keberangkatanku, perkiraanku berangkat adalah tahun depan, 2019. Jadi, aku bodo amat begitu terkait suratnya. Ya kan, gimana ya bilangnya? Awalnya aku di-planning berangkat tahun 2017, terus mundur lagi dan lagi hingga ke 2019. Jadi, untuk pemberitahuan dari Depag, ku anggap angin lalu saja.

Lalu, tak lama setelah itu, kalau tidak salah bulan Juni setelah UAS. Datanglah surat panggilan haji ke 3. Waduh, pikirku saat itu langsung kacau. Dalam benakku, ini beneran jadi berangkat nih? Niat banget Depag kirim surat sampai 3 kali. Hmmm, karena itu pula, aku beranikan diri untuk bilang ke orang tua. Mereka kaget, lalu dengan secepat kilat untuk mengurus hal tersebut. Mulai melunasi, mengambil kain ihrom, hingga mengikuti tes kesehatan.

Saat itu, jujur saja, dalam perasaanku selalu berharap bahwa lebih baik tidak jadi berangkat. Banyak sekali alasannya, mulai dari kegiatanku yang tak bisa ditinggal, seperti kuliah, kerjaan, dan komunitas, hingga yang paling penting adalah mentalku. Iya, aku belum siap. Masih banyak kurang dan dosa akutu:( takut kena azab pas di Arab:(

Tetapi, semua berjalan sesuai prosedur. Iya, berjalan begitu saja. Sempat membuat surat pengunduran untuk mundur ke 2019, tapi tak bisa, karena waktu itu semua sudah diurus. Lalu, aku cuma bisa berdoa untuk yang terbaik saja. Karena pada dasarnya manusia kan tidak tahu apa yang terbaik untuknya, mereka hanya tahu apa yg menurut mereka baik, tapi belum tahu bagaimana ke belakangnya.

Kalau tidak salah, Senin, 6 Agustus. Namaku muncul dalam list daftar tunggu keberangkatan haji. Tetapi, waktu itu urutanku adalah 400 sekian. Masih sangat jauh untuk bisa berangkat. Aku biasa saja, tidak banyak berekspresi. Kalau jadi berangkat ya hayuk, kalau tidak, ya sudah. Tapi tentu, hatiku sangat dagdigdug ser waktu itu. So scared:(

Pas Rabu pun aku sempat bertanya, bagaimana kondisinya? Waktu itu namaku masih di urutan 300. Fix ini tidak jadi berangkat, batinku. Cukup senang, karena akhirnya bisa fokus sama kerjaan. Apalagi persiapan sebelum kuliah pun cukup memakan tenaga. Dalam pikirku juga, ah ini 1 urusan akhirnya bisa di-pending.

Jumat pagi, bapak dapat kabar langsung dari Asrama Haji Surabaya, bahwa visa akhirnya turun. Itu artinya apa? Yap! Aku jadi berangkat haji. Perasaan waktu itu campur aduk, yang jelas adalah aku takut. Takut sekali.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi berakhiran U

Pecel Lele | Puisi

Saat Mimpimu Lebih Besar Daripada Sebelumnya | 14 Januari 2020