Kalau Aku Punya Pilihan.


Kalau aku punya pilihan, judul yang menarik ya? Ya, setidaknya itu menarik untuk diriku sendiri. Kalau kamu, bagaimana? Apakah hidupmu punya pilihan? Atau, kamu sama sepertiku. Terjebak pada kondisi di mana tak ada pilihan satu pun.

Kalau kamu memang berada di posisi yang sama denganku, jangan khawatir. Iya, tenang saja. Ada aku, yang bakalan selalu temani kamu ketika kamu mulai hilang arah. Pokoknya, kalau kamu sudah mulai bimbang, boleh sekali kok bilang ke aku! Aku akan menemani. Aku berjanji.

Terlepas dari itu, aku mau bercerita tentang hidupku belakangan ini. Aku merasa, bahwa diriku ini sudah tak ada pilihan lagi. Iya, tak punya hak untuk memilih. Menyedihkan sekali kan? Hanya perlu menjalani yang sudah ada. Mari ku ceritakan beberapa hal yang membuatku tidak bisa memilih.

Pertama, tentang perkuliahan. Ini selalu menjadi dilemaku setiap pertengahan semester. Banyak faktor yang membuatku dilema, terutama bahwasanya karakter diriku sendiri tidak menunjukkan bahwa sesuai dengan perkuliahanku. Akuntansi? Ayolah, aku terkesan sangat ekstrovert di luar sana. Lebih kasar, aku tak menunjukkan tanda-tanda bahwa aku seorang akuntan, auditor, orang pajak, dan sejenisnya. Itu bukan aku banget.

Pertanyaan berikutnya, lalu aku bisa apa? Ya tidak ada. Memilih keluar dari kampus pun bukanlah sebuah jawaban, karena sudah terlanjur masuk terlalu dalam. It's too late, tapi tak apa, aku juga belajar banyak kok di akuntansi.

Kedua, pekerjaan. Aku begitu mencintai pekerjaanku. Maksudku, aku benar-benar mencintainya. Karena hal tersebut, aku juga tak mau berpisah dengannya, apalagi beruntungnya aku digaji dari pekerjaanku. Terdengar menyenangkan bukan? Ah, itu hanya awalnya saja. Iya, hanya awalnya saja.

Setelah menjalani beberapa saat, semua tidak terasa begitu. Ada beberapa faktor, seperti misalnya mood yang suka naik turun. Lalu diikuti dengan orang tua yang tidak mendukung karena pekerjaannya hanya bersifat sementara, terus juga aku sempat meninggalkan orang yang paling berarti demi mencapai mimpiku ini. Terdengar ambisius ya? Tetapi, itu memang kenyataannya.

Ya setiap pekerjaan memang ada baik buruknya, dan aku seharusnya lebih menyadari hal itu di awal. Seharusnya. Setelah ditelaah lebih lanjut sampai yang ku alami saat ini. Semuanya gelap. Kelabu. Hilang. Ingin sekali mengumpat tapi tak bisa. Kenapa? Ya karena aku mencintainya. Tetapi, hal yang dibayar itu seharusnya diperhitungkan dari awal. Seharusnya. Tapi tak apalah, mari kita 'nikmati'.

Terakhir, soal hati. Aku tak bisa menjelaskannya secara rinci, karena bersifat pribadi. Cuma, aku sadar. Bahwa seharusnya, aku berusaha lebih keras ketika ada seseorang yang aku sayang dulu.

Sekarang sih, aku ada pacar. Sayang? Tentu. Tetapi, ada banyak hal yang membuatku berpikir berkali-kali mengenai pacar yang sekarang. Tentunya, ini lebih sering ke arah perbandingan antara yang sekarang dengan yang dulu. Iya, aku tahu itu tidak baik. Cuma, bagaimana lagi kalau memang kenyataannya begitu?

Memang sifat dasarnya manusia yang sering membandingkan antara satu dengan yang lainnya. Padahal, sesuatu yang ada di dunia ini tak ada yang sempurna kan? Jadi, marilah dinikmati segala hal yang tidak ada pilihannya ini. Aku harap kamu tidak lagi merasakannya sekarang. Kalau memang merasakannya, sini bilang ke aku! I would like to hear it for you :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi berakhiran U

Saat Mimpimu Lebih Besar Daripada Sebelumnya | 14 Januari 2020

Pecel Lele | Puisi