Alangkah Lucunya.


Terluka tapi Tak Berdarah

Judulnya sedikit absurd kali ya, bahkan bisa dibilang ga cocok dengan gue yang sedikit absurd kalo diajak ngomong dan berdiskusi. Tapi akhir - akhir ini gue sedikit mengalami beberapa keresahan. Bukan keresahan sih, lebih tepatnya seperti ada sesuatu yang harus diutarakan tapi ga tau harus diceritakan kepada siapa, lalu muncullah ide untuk menulisnya di blog ini.

Akhir - akhir banyak banget orang - orang baik dan hebat meninggal disekitar kita, banyak banget. Mulai dari kalangan artis sampai dengan orang paling berjasa di kampung gue, Pak Maman, tukang nasi goreng keliling tiap malem yang selalu dateng di moment yang tepat ketika gue perlu mengisi perut gue yang mulai liar. Orang - orang hebat itu ada banyak definisinya, mulai dari hebat karna diakui oleh mayoritas di masyarakat, dan ada juga orang hebat dalam arti khusus, seperti misalnya, menurut pendapat gue. Menurut pendapat gue, orang hebat itu ya orang yang rela ngehabisin waktunya, yang notabene bisa dipake untuk santai, tapi digunakan ama doi buat menolong orang lain, hanya untuk membuat orang lain itu merasa aman atau nyaman. Seperti Pak Maman yang selalu dateng ketika perut gue mulai riskan dan perlu asupan makanan, dia orang hebat bagi gue.

Entah kenapa, lu sadar apa kagak, orang baik atau hebat biasanya mati duluan. Iya, mereka pada mati duluan. Meninggalkan keburukan - keburukan di dunia ini dengan tersenyum. Meninggalkan orang - orang yang masih cetek ilmunya ini, yang terkadang pula egois, semaunya sendiri, bahkan dalam kondisi paling mengiris hati, rela berbuat apapun untuk tujuannya sendiri. Miris banget kan? Gue ga menyalahkan Tuhan, bahkan gue tidak menyumpahi setiap utusan yang Tuhan buat. Setiap utusanNya pasti ada maksud sendiri, termasuk dengan perginya orang - orang baik nan hebat di sekita kita. Seperti kata - kata di komik kesayangan gue, Naruto. Di komik itu bilang "setiap 1 orang baik itu perginya, maka akan tumbuh 1000 orang baik yang akan meneruskan kebaikannya." Gue percaya hal itu. Ah, lebih tepatnya, gue berusaha untuk mempercayai hal tersebut, meskipun gue tau terkadang ekspektasi tidak berjalan sesuai realita.

Setelah banyak orang - orang baik nan hebat yang meninggal itu, setelah banyak jasa dan pemberian yang mereka buat. Gue mulai mencari, mencari dan mencari lagi. Apakah ada sosok yang bisa dijadikan panutan atau setidaknya sosok yang sama - sama mau belajar untuk menjadi lebih baik? Hmm, sungguh jawaban yang susah. Bukan susah sih, lebih tepatnya gue masih belum bisa mengerti dengan pola dan dinamika pikiran yang ada di masyarakat. Semakin gue mencari, semakin gue menelusuri setitik demi setitik arti dari orang hebat di kalangan masyarakat, jawaban yang gue terima malah jauh dari ekspektasi awal. Entah, ini hanya di lingkungan gue aja ato kalian yang ngebaca ini juga pada merasakan, definisi orang hebat jaman sekarang ini lebih bersifat realistis, lebih ke arah duniawi, lebih ke arah untuk diri sendiri. Definisi orang hebat jaman sekarang itu ya kalo ga minimal punya rumah, punya mobil, anaknya bisa sekolah yang tinggi, penghasilan tinggi dll. Gue ga menyalahkan prinsip orang - orang seperti ini. Semua ada alasannya sendiri, entah karna lingkungan atau pengalaman yang ngebuat mereka mikir kek gitu.

Definisi orang hebat seperti yang udah gue tulis tadi, ternyata secara ga langsung "membunuh". Bukan dalam arti yang sebenernya, yang dimana bakal ada korban berjatuhan. Tapi ini lebih ke dalam case yang lebih serius. Membunuh yang dimaksud disini lebih bahaya, kenapa? Coba kalian bayangkan, memang tidak ada korban jiwa secara langsung dalam hal ini, tetapi definisi ini berubah menjadi ideologi, menjadi sebuah pemikiran, menjadi sebuah doktrin di masyarakat yang dimana masyarakat nantinya akan berpikiran lebih kearah individualis, tidak peduli dan terkadang, menghalalkan segala cara untuk merealisasikan mimpinya. Udah bisa bayangin seberapa seremnya? Belum? Itu masih belum seberapa. Kalo misalnya hal tersebut terjadi pada kaum kolongan yang ekonominya menengah ke bawah ga masalah, paling parah yang bakalan terjadi adalah pembunuhan massal dan busung lapar. Dampak yang terjadi hanyalah 1 kota, dan ga seberapa. Cetek. Cetek banget. Cetek banget bangsat. Nah coba kalian bayangkan, dalam case yang lebih berat, misalnya, yang punya pemikiran disini adalah orang - orang penting, pemegang kekuasaan, pemangku takhta, orang yang berkuasa di sebuah negara, DPR misalnya. Coba lu bayangin ya, tuh oknum yang ada di DPR, berlaku seperti itu, mereka tidak membunuh secara langsung, cukup aja buat kebijakan yang menguntungkan mereka, cukup buat aja proyek miliaran rupiah, yang nantinya bisa mereka korupsi. Kelar masalah. Dampaknya? Ya lu bisa bayangin sendiri gimana dampaknya. Mungkin bukan banyak korban jiwa yang jatuh, ya mungkin jelek - jelek bakal kejadian lagi yang namanya mosi tidak percaya, demo massal, penghancuran kantor - kantor di pemerintahan, tragedi 1998, atau bahkan pada kasus yang lebih serius, semua pulau di Indonesia bakal merdeka sendiri - sendiri. Funny right?

Gue nulis ini bukan berarti gue udah bener ya, malahan gue masih amat sangat bangsat dan mempercayai ideologi itu. Amat. Sangat, Percaya. Tapi bukan berarti gue ga mau berubah, gue mau berubah kok. Mau banget. Gue akuin gue masih jauh dari definisi orang hebat menurut gue sendiri. Gue masih suka ga serius dibeberapa situasi dan kondisi, gue masih sering telat kalo ada beberapa rapat penting, gue masih suka bolos di mata kuliah yang gue ga demen, gue masih pake bensin subsidi, padahal kenyataannya gue adalah orang mampu, gue masih suka mengambil hak orang lain dan masih banyak lagi. Gue akuin itu. Gue akuin itu salah. Bukan berarti gue ga mau berubah. Gue sedang berusaha. Sejak tulisan ini dibuat, tertulis tanggal 12 November 2015. Gue berjanji untuk jadi yang lebih baik, lebih peduli kepada sesama, lebih menggunakan apa yang seharusnya milik gue, lebih menghargai keputusan bersama, berusaha untuk tepat waktu di setiap kondisi dan masih banyak lagi. Mungkin tulisan gue ga ada apa - apanya dengan akun di sosial media yang lebih laku karna nulis hal - hal galau ga penting. Setidaknya gue berusaha menyebarkan apa yang menurut gue baik. Emang ga bakalan ngaruh banyak. Tapi, kalau semua orang berubah berdasarkan kesadaran nurani. Bukankah itu mungkin?

Dari Aku

Faisal Dika Maulana, yang sedang berusaha lebih baik kedepannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi berakhiran U

Pecel Lele | Puisi

Saat Mimpimu Lebih Besar Daripada Sebelumnya | 14 Januari 2020