Jokowi itu 'Gila'


“Presiden Jokowi itu, ga pro wong cilik, buktinya nih ya mas, untuk pengangkatan menjadi PNS aja ya, perlu tes dulu, lah wong saya ini tukang jaga parkiran, apa yang harus di tes toh mas? Plat nomer kendaraan? Cara menata parkir yang benar? Lah kok makin aneh – aneh ae Jokowi iki.” Ujar Mbak Lenny, salah satu tukang parkir yang biasanya kuajak bercanda sehabis kuliah.

Aku Cuma geleng – geleng saja, mendengarkan ceritanya selalu lebih asyik daripada harus mendengarkan penjelasan dari dosen yang biasanya selalu ku selingi dengan tidurku yang cukup lelap di kelas.

“Masih enak jaman SBY mas, mbiyen kui, semua pegawai langsung diangkat massal gitu mas, ga ada yang namanya tes – tes lagi mas, itu orang yang jaga parkiran di FH, baru masuk sudah jadi PNS. Lah sekarang? Susah, saya ini wong cilik, umur sudah 30 tahun lebih, susah cari kerja kalau sudah umur segini mas.” Imbuhnya.

Ku tetap mendengarkan, menjadi pendengar yang baik adalah salah satu pekerjaan yang susah untuk dijalani pada masa sekarang ini, karena dengan adanya era media sosial, hampir semua orang, selalu ingin untuk didengarkan.

Hampir seluruh percakapan, didominasi tentang masa kepemimpinan era sekarang, Joko Widodo, yang dimana selalu dibanding – bandingkan dengan presiden sebelumnya Bapak Susilo Bambang Yudhoyono.

Sebenarnya, ini adalah topik yang cukup membosankan, dan selalu dibahas oleh banyak orang, sebagian besar orang yang ku ajak berdiskusi, menikmati hasil kinerja di era Jokowi ini, dan dengan berdiskusi dengan tukang parkir langganan beberapa hari yang lalu, akhirnya ku menemukan hal menarik lainnya, di masa pemerintahan Joko Widodo.

Sebelum kita bahas sesuatu yang lebih serius, silahkan ambil cemilan atau secangkir teh hangat, supaya tidak cepat emosi dan naik pitam karena membaca tulisan ini.

Harus ku akui, dalam pemerintahan Jokowi, banyak hal yang berubah, dengan slogannya yang berbunyi “Revolusi Mental”. Jokowi tidak main – main dalam melakukan perombakan di berbagai sektor, saya ambil contoh, pada waktu awal kepemimpinan Bapak Jokowi, beliau mengangkat Menteri Susi Pudjiastuti, sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, padahal, seperti yang diberitakan oleh berbagai media, bahwa Bu Susi, hanyalah seorang lulusan SMP.

Hal gila lainnya adalah pengangkatan Arcandra Tahar kembali, yang sebelumnya sempat diberhentikan karena memiliki dualisme kewarganegaraan, menjadi wakil menteri ESDM bersamaan dengan bapak Ignatius Jonan, yang menempati posisi sebagai menteri ESDM. Padahal, seperti yang kita tahu, di media massa, sebelum penurunan bapak Arcandra Tahar, ada isu mengenai akan dibongkarnya mafia migas yang selama ini sudah merajai sejak berpuluh – puluh tahun lamanya.

Mau dengar yang lebih gila lagi? Bapak presiden, pak Jokowi, mengangkat Sri Mulyani sebagai Menteri keuangan lagi, padahal dulu, beliau pernah menjadi tersangka atas kasus Bailout Bank Century. Bu Sri Mulyani, pernah bercerita bahwa, ketika menjabat sebagai menteri keuangan di Era SBY pada tahun 2006, masih belum tersedianya laporan keuangan, dan di era Jokowi ini, beliau membuat kebijakan, yang membuat kebanyakan orang menjadi ‘gila’. Tax Amnesty, kebijakan tentang perpajakan yang dimana untuk memudahkan masyarakat untuk mengakui harta kekayaannya, baik di indonesia maupun luar negeri, dengan membayar 2% untuk sampai bulan September lalu, 3% untuk Desember 2016 dan 5% untuk bulan Maret 2017. Media internasional memberitakan ini sebagai revolusi pajak besar – besaran. Menakjubkan bukan?

Harus diakui, pada masa pemerintahan yang sekarang tidak secepat pertumbuhannya seperti di era SBY, yang dimana beliau memberi bantuan langsung tunai kepada masyarakat, ini adalah program yang selalu dibanggakan oleh beliau. Tapi, seperti yang bisa kita ketahui adalah pak SBY sudah memimpin Indonesia selama 2 periode, yang berarti 10 tahun, dan tentunya banyak sekali perubahan yang telah dibuat.

Tetapi, kita tidak bisa menampik ‘dosa – dosa’ di era SBY, seperti korupsi besar – besaran, yang bahkan menteri agama pun melakukan. Mangkraknya pusat olahraga Hambalang,  tidak terurusnya 34 proyek pembangkit listrik yang menghabiskan biaya trilliunan rupiah dan juga, beberapa kasus ‘janggal’, seperti kasus tentang cinta segitiga Antasari Azhar.

Kelemahan dari Jokowi adalah fokus pembenahan, untuk di era SBY yang dimana beliau lebih fokus kearah ekonomi makro, Indonesia terlihat “kuat” sekali dalam sisi ekonomi, tetapi Jokowi lebih fokus pemerataan infrastruktur, sehingga dari Sabang sampai Merauke bisa menikmati fasilitas yang sama, jadi tidak ada lagi yang terkesan seperti di anak-tiri kan.

Bung Denny Siregar, pernah bilang, bahwa Pak De Jokowi ini seperti pecatur yang handal, mengerti bagaimana harus menahan dan menyerang, sedangkan menurut saya tidak begitu, menurut saya, beliau lebih mirip Napoleon Bonaparte berdarah jawa. Terlihat santun, tapi selalu punya taktik jitu untuk ‘memenangkan’ permainan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi berakhiran U

Pecel Lele | Puisi

Saat Mimpimu Lebih Besar Daripada Sebelumnya | 14 Januari 2020