Kacamata Patah

Semua orang selalu punya benda yang dia suka. Bermacam - macam bentuknya, dari yang remeh - temeh macam prangko, pulpen, pensil, hingga yang lebih ke serius seperti mobil, motor, kartu pos dan semacamnya. Aku sendiri punya 1 hal yang benar - benar kusuka. Kacamata. Aku sangat suka dengan kacamata. Tanpa kacamata, mungkin aku hanya sesosok lelaki muda hampa tanpa bisa melihat secara bersih, karena pandanganku selalu terhalang dengan yang namanya rabun jauh. Benci memang ketergantungan akan sesuatu, tetapi seiring berjalannya waktu. Aku mencintainya.

Seperti benda - benda pada umumnya, semua yang diciptakan manusia pasti rusak, dan kacamataku akhirnya menemui ajalnya. Sedih? Memang. Bahkan tulisan di blog ini tidak akan bisa sepenuhnya merepresentasikan apa yang kurasakan. Ingin mengutuk dunia, tetapi ini hanya sebuah kacamata. Hidup ini terlalu indah, daripada harus mempermasalahkan hal yang biasa bukan?

Tetapi, biarkan aku bercerita sedikit pengalamanku tentang pertama kalinya memakai kacamata, hingga kacamataku yang terakhir. Aku suka sama kacamata, meskipun tidak seperti yang lainnya, kalau mengoleksi kacamata harganya bisa sampai ratusan juta. Aku sih biasa saja, yang 100 atau 200 ribu saja sudah cukup bagiku, karena menurutku kacamata itu nilai sejarahnya, bukan bentuk atau bahannya dari apa. Eh ga begitu sih, lagi ga ada duit saja makanya bilang gini. Hahaha.

Itu bercanda kali, jangan serius amat ah jadi orang. Dinikmati saja, karena hidup itu cuma sekali. Menikmati prosesnya adalah salah satu kunci untuk tetap awet muda dan tidak terlalu ribet sama hidup, benar kan? Masalah hidup sudah banyak, jangan ditambahi lagi dengan masalah sepele seperti ini. Hidup lu sensi amat dah macam FPI ke Ahok saja~

Lanjut yak, pertama kali aku pakai kacamata itu jaman SD kalau ga salah. Lebih tepatnya kelas 3 atau kelas 4. Waktu itu, setelah sunat, uang hasil acara sunatku digunakan untuk membayar semua perayaan yang dilakukan, dan ternyata masih sisa lumayan banyak. Akhirnya, karena dari kecil memang dasarnya otak suka main saja, uangnya digunakan untuk beli PS1. Fyi saja ini ya, dulu ketika jaman itu, punya PS1 itu berasa kayanya bukan main. Berasa yang punya komplek perumahan saja begitu. Karena hampir semua anak yang ada di komplek itu bakalan main di rumah anak yang ada PS1nya. Nah, karena terlalu ramai itu, aku sampai pernah mengadakan liga sepak bola kecil - kecilan begitu, bareng sama anak komplek sebelah pula.

Hebat kan? Iya hebat, tetapi berasa goblok di saat yang bersamaan. Karena waktu itu kan TV yang ada ya cuma TV tabung begitu. Layarnya kecil dan resolusinya ga bisa diharapkan sama sekali. Akhirnya berdampak ini sama mataku. Iya, karena itu mataku mulai mengalami rabun jauh. Sedih memang, apalagi karena mataku ini sudah termasuk sipit ditambah pakai kacamata. Perpaduan yang sangat tidak pas. Kata dokter mata yang kudatangi di RS Mata Undaan Surabaya, tidak harus pakai kacamata, karena minusnya masih kecil sekali, yaitu 0,5 dan juga 0,75, tapi kalau mau cepat sembuh ya pakai kacamata dan jauh - jauh dari yang namanya PS. Oke, then fucked up.

Lalu, setelah sekian lama pakai kacamata dan mata berasa agak mendingan, akhirnya kuputuskan untuk tidak pakai kacamata lagi. Itu sekitar kelas 5 hingga 8 kalau tidak salah ingat. Cukup lama memang, tetapi kelas akhirnya kuputuskan untuk pakai lagi. Kenapa? Karena waktu itu, kalau tidak salah aku pernah menabrak tembok dengan cukup keras, padahal itu besar banget. Berasa goblok lagi, tetapi sepertinya sejak saat itu penglihatan mulai terganggu, dan benar saja, minusku langsung 3 kalau tidak salah. Wow. Kenapa aku bisa tidak sadar? Padahal, penglihatan sudah mulai sedikit rabun tetapi kubiarkan saja. Atau mungkin karena waktu itu gengsi kali ya? Semua anak yang kacamata pasti di identikkan dengan yang namanya kutu buku. Kurang keren saja begitu. Apalagi, dulu itu bully terasa sangat memalukan di jaman SMP. Aku tidak mau merusak masa itu, meskipun sebenarnya sudah rusak banget sih. Hhhhh.

Oh ya, kacamata kedua yang kupakai, ketika masa itu ya kacamata yang sama kupakai ketika masih jaman SD. Kacamata Snoopy biru putih. Masih sangat ingat dalam benak kepalaku. Karena, waktu itu, ketika kupakai, banyak yang bilang cupu. Sakit memang, tetapi lucu sih. Mau bagaimana lagi? Ga tahan aku kalau melihat hal - hal yang lucu begitu. Ingin rasanya kupakai lagi sekarang, untuk gaya biasa saja, biar bisa menghibur hidupku yang sudah cukup suram, tetapi entah kenapa kacamata itu hilang ke antah berantah. Mungkin tersimpan di salah satu sudut kamar, biar nanti kucarinya, kalau ada waktu dan bisa kubersihkan kamarku dari debu dan juga sisa - sisa kenangan masa lalu.

Kacamata berikutnya, sudah sedikit waras. Kubeli kacamata dengan frame yang besar, dan kotak. Kalau kalian lihat, itu seperti anak yang benar - benar kecanduan baca buku. Apalagi waktu itu, aku pakai behel, untuk merapikan gigiku yang berantakan. Maka, habislah aku jadi bahan bully di sekolah. Bahkan, parahnya waktu itu aku sampai pernah bolos sekolah cuma karena itu, dan malas juga. Hehehe. Oke, itu contoh yang kurang baik sih. Jangan ditiru ya teman.

Setelah itu mulai berganti kacamata, mulai dari frame satu ke yang lain. Dari yang kotak kecil hingga yang besar, dari yang bulat hingga kaca yang berwarna gelap macam mau ke pantai saja. Semua itu selalu ada cerita. Selalu kusimpan kacamata yang pernah kupakai. Meskipun, seri yang Snoopy itu hilang ke antah berantah, tetapi aku tetap bisa mengingatnya di kepala dengan sejelas - jelasnya. Ibaratnya kacamata itu seperti sepotong hati, hati yang tak pernah kuberikan kepada siapa pun. Terima kasih kacamata, denganmu aku merasa bisa 'melihat' dunia lebih jelas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi berakhiran U

Saat Mimpimu Lebih Besar Daripada Sebelumnya | 14 Januari 2020

Pecel Lele | Puisi