Rindu 'Rumah'
Punya 'rumah' sepertinya menyenangkan. Pikirku tiba - tiba terlintas begitu saja di dalam kepala yang penuh dengan ide - ide tidak jelas. Setelah kemarin, kehilangan 'seseorang' yang kuanggap 'rumah' memutuskan untuk sama - sama pergi, punya 'rumah' baru terasa seperti sebuah kebutuhan yang harus segera ditepati. Baiklah, kalian boleh menuduhku tidak setia atau tidak punya hati, tetapi, ketika terbiasa untuk melakukan apa pun bersama 'seseorang', kita pasti merasa ada yang hampa ketika orang tersebut memilih untuk pergi, bukan?
Aku tidak akan menjelekkan, atau pun mengutuk orang tersebut. Buat apa? Tidak ada yang perlu disesali, meskipun masih ada sedikit sisa - sisa di dalam hati yang masih berusaha kuobati. Biarkan hal itu kuselesaikan sendiri, sebagaimana mantan - mantanku yang lain pun begitu adanya. Aku cinta menyakiti diriku sendiri, menghujani diriku sendiri dengan ribuan kata tidak bermanfaat, baik dari cacian hingga hinaan, siap kuterima kapan pun. Terutama, kalau itu aku sendiri yang mengucapkannya. Terdengar sakit jiwa memang, tetapi begitulah caraku untuk menyembuhkan diri, atau mungkin kalian ada saran yang lain?
Mari sedikit membayangkan posisiku ini, anggap saja kalian ada sebuah hubungan dengan seseorang yang benar - benar kalian sayangi, bahkan rasa sayang tersebut mengalahi rasa sayang kalian terhadap diri kalian sendiri. Coba dibayangkan dulu. Sudah? Nah, coba bayangkan lagi, kejadian tersebut berlangsung selama 5 tahun. Hampir mirip dengan cicilan mobil memang, tetapi begitu adanya. Coba bayangkan. Kalau sudah, coba resapi dulu rasanya. Biar makin membekas, kalian bisa merasakannya sambil ditemani lagunya Dashboard Confessional - Belle Of The Boulevard.
Nah, perjalanan bersama dia 5 tahun, tentunya banyak hal yang dilewati, baik senang maupun sedih. Aku cukup menikmati hal tersebut, meskipun harus berani mengurangi ego dan berbagi dalam keadaan susah maupun senang. Aku cukup bersyukur, karena dia cukup mau mengerti kelemahanku dalam kesusahan untuk bercerita, menemaniku di saat terbawah, hingga tidak membenciku, di saat yang lain mulai menjauhiku. Aku cukup bersyukur. Terima kasih.
Aku tahu, kalian mungkin akan menyalahiku karena aku terlalu bodoh. Tidak masalah, begitu adanya memang. Mau dikata apa? Mengelak? Ayolah, hidup kalau bisa dibuat mudah, jangan dipersulit. Lagi pula, kita semua tidak punya banyak waktu untuk merepotkan segala hal yang remeh - temeh, termasuk perdebatan ini. Jadi, silakan dinikmati kelanjutannya.
Aku mengakui kalau aku banyak berdosa. Mulai jalan dengan wanita lain, hingga selingkuh. Tetapi begitulah aku, perlu sesuatu yang baru biar tidak cepat bosan dengan yang ada. Gilanya, kamu masih mau menerimaku yang begitu. Hebat. Jujur, itu hebat sekali. Mana ada wanita lain yang mau seperti itu? Sungguh bodoh memang aku, bahkan parahnya. Ketika waktu itu aku ada masalah dengan orang tuamu, dan kamu masih mau menerimaku. Hebat. Aku mungkin tidak akan begitu. Bahkan, aku akan kabur mungkin, karena menurutku keluarga adalah satu - satunya yang kupunya ketika jatuh. Tetapi kamu tidak begitu. Kamu masih bisa menerimaku, dan menjadi tempat pulang waktu itu. Terima kasih.
Tetapi, pada akhirnya itu hanya sebuah kenangan. Semua berlalu begitu saja, waktu berjalan begitu cepat, dan di sinilah kita sekarang. Terpisah satu sama lain. Tidak berdekatan bahkan tidak ada kontak lagi, baik dari telepon, chat, hingga sms pun tidak ada. Menyesal? Tentu. Ingin berkata kasar? Sangat. Ingin menyumpahi diri sendiri? Tanpa disuruh pun sudah kulakukan selama beberapa hari terakhir ini. Tetapi, itu tidak akan menyelesaikan masalah bukan? Itu kenapa aku mulai menulis ini. Dengan menulis, aku berusaha menenangkan pikiranku. Dengan menulis, aku berusaha untuk berekspresi. Dengan menulis, aku merasa aku dianggap. Dengan menulis, aku bisa mendapatkan yang kamu berikan, dan orang lain belum berikan ke aku. Dengan menulis, aku bisa mendapatkan sensasimu, meski tidak ada kamu lagi. Aku tidak tahu ke depannya seperti apa, karena aku bukan cenayang yang bisa membaca masa depan. Kalau ada kesempatan untuk bertemu kembali, berarti memang jalannya. Entah sebagai apa, aku cukup menikmatinya. Terima kasih untuk segalanya, dengan berakhirnya tulisan ini, kuharap hatiku akan lebih ikhlas dalam menjalani hidup. Terima kasih.
Komentar
Posting Komentar