Can we call it relationship, when we talk each other, we just spread a hate thing?
Pertanyaan ini selalu mengenang di kepalaku beberapa hari belakangan ini. Apakah bisa disebut sebuah hubungan, apabila hanya kata benci yang terucap? I don't know the answer if you ask me bout it. Tapi biarlah aku sedikit berpendepat, boleh bukan?
Dalam sebuah hubungan, entah itu pertemanan, pacaran ataupun sudah menikah. Konflik itu selalu ada, dalam bentuk apapun dan bagaimanapun datangnya. Itu pasti, dan tidak bisa dihindarkan. Kalau tidak mau berkonflik, ada caranya, tinggal duduk diam di rumah, dan tidak perlu melakukan apapun. Gampang bukan? Tapi tentu, kamu tidak akan ada kawan bermain atau bercerita. Pasti rasanya hampa sekali, i know it, cause i ever feel it before.
Konflik sendiri sebenarnya banyak macamnya, dan yang paling sering biasanya adalah salah ngomong. Aku menyadari hal itu, karena akupun sering sekali begitu, bahkan dulu pada case yang cukup parah. Menyesal? Tentu, tetapi aku bisa apa? Ya mungkin tidak bisa langsung dimaafkan, tetapi dari situ aku mulai belajar untuk menerima keadaan, cenderung untuk mendengarkan, dan berusaha memberi sikap sebaik mungkin ke semua orang, meskipun tahu, kita tidak membahagiakan semua orang, bukan?
Temanku, beberapa hari yang lalu, bercerita tentang hubungannya yang tidak terlalu sehat. Dia bercerita, bahwa pasangannya, Si Andin (bukan nama sebenarnya), sering marah akhir - akhir ini, bahkan untuk beberapa kasus yang tidak penting. Si Andin bilang bahwa temanku ini kurang ekspresif kalau diajak bercerita, selalu memberi respons yang buruk ketika Andin bercerita, dan karena ini mereka berantem hebat, tidak hanya sekali - dua kali, bahkan pernah bertengkar di tempat umum. Temanku sesungguhnya capek, tetapi masih sayang dengan si Andin, dia bilang bahwa sekarang memang lagi dalam fase - fase jenuh. Tugas kantor banyak, waktu ketemu sedikit, sekalinya ketemu, eh malah berantem. Ingin pisah, tetapi masih sayang. Bingung, dan entah harus bagaimana.
Kalau boleh jujur, aku sendiri belum tahu harus bagaimana bersikap. Sebuah hubungan, dalam bentuk apapun, itu adalah kasus yang personal. Setiap orang punya solusinya masing - masing. Terkadang, ada beberapa masalah yang tidak diselesaikan juga kan? Bisa jadi menemui jalan buntu, atau biarkan waktu yang menjawab semuanya. Tetapi, dalam kasus ini, orang - orang cenderung untuk mencari jalan cepatnya, apalagi dengan kita terbiasa mendapatkan sesuatu secepat mungkin. Akhirnya, kita hampir selalu memberi solusi sepihak, tanpa memikirkan efek panjang, yang dimana nantinya bisa membuat kita menyesal. Bisa jadi, dalam kasus seperti ini, ada orang yang berpikiran lebih baik berpisah, karena sudah tidak bisa menemukan hal "baik" dari pasangannya, dan tidak mau saling menyakiti lagi. Ada pula yang juga lebih memilih bertahan, meskipun tahu bahwa sakit hati harus diterima. Alasan bertahan pun beraneka macam, bisa karena sayang, bisa pula karena memang malas untuk memulai sesuatu yang baru. Entahlah, aku sendiri masih menemui jalan buntu, kalau menurutmu bagaimana?
Dalam sebuah hubungan, entah itu pertemanan, pacaran ataupun sudah menikah. Konflik itu selalu ada, dalam bentuk apapun dan bagaimanapun datangnya. Itu pasti, dan tidak bisa dihindarkan. Kalau tidak mau berkonflik, ada caranya, tinggal duduk diam di rumah, dan tidak perlu melakukan apapun. Gampang bukan? Tapi tentu, kamu tidak akan ada kawan bermain atau bercerita. Pasti rasanya hampa sekali, i know it, cause i ever feel it before.
Konflik sendiri sebenarnya banyak macamnya, dan yang paling sering biasanya adalah salah ngomong. Aku menyadari hal itu, karena akupun sering sekali begitu, bahkan dulu pada case yang cukup parah. Menyesal? Tentu, tetapi aku bisa apa? Ya mungkin tidak bisa langsung dimaafkan, tetapi dari situ aku mulai belajar untuk menerima keadaan, cenderung untuk mendengarkan, dan berusaha memberi sikap sebaik mungkin ke semua orang, meskipun tahu, kita tidak membahagiakan semua orang, bukan?
Temanku, beberapa hari yang lalu, bercerita tentang hubungannya yang tidak terlalu sehat. Dia bercerita, bahwa pasangannya, Si Andin (bukan nama sebenarnya), sering marah akhir - akhir ini, bahkan untuk beberapa kasus yang tidak penting. Si Andin bilang bahwa temanku ini kurang ekspresif kalau diajak bercerita, selalu memberi respons yang buruk ketika Andin bercerita, dan karena ini mereka berantem hebat, tidak hanya sekali - dua kali, bahkan pernah bertengkar di tempat umum. Temanku sesungguhnya capek, tetapi masih sayang dengan si Andin, dia bilang bahwa sekarang memang lagi dalam fase - fase jenuh. Tugas kantor banyak, waktu ketemu sedikit, sekalinya ketemu, eh malah berantem. Ingin pisah, tetapi masih sayang. Bingung, dan entah harus bagaimana.
Kalau boleh jujur, aku sendiri belum tahu harus bagaimana bersikap. Sebuah hubungan, dalam bentuk apapun, itu adalah kasus yang personal. Setiap orang punya solusinya masing - masing. Terkadang, ada beberapa masalah yang tidak diselesaikan juga kan? Bisa jadi menemui jalan buntu, atau biarkan waktu yang menjawab semuanya. Tetapi, dalam kasus ini, orang - orang cenderung untuk mencari jalan cepatnya, apalagi dengan kita terbiasa mendapatkan sesuatu secepat mungkin. Akhirnya, kita hampir selalu memberi solusi sepihak, tanpa memikirkan efek panjang, yang dimana nantinya bisa membuat kita menyesal. Bisa jadi, dalam kasus seperti ini, ada orang yang berpikiran lebih baik berpisah, karena sudah tidak bisa menemukan hal "baik" dari pasangannya, dan tidak mau saling menyakiti lagi. Ada pula yang juga lebih memilih bertahan, meskipun tahu bahwa sakit hati harus diterima. Alasan bertahan pun beraneka macam, bisa karena sayang, bisa pula karena memang malas untuk memulai sesuatu yang baru. Entahlah, aku sendiri masih menemui jalan buntu, kalau menurutmu bagaimana?
Komentar
Posting Komentar