Dilan dan Milea Trilogi | Review Buku
Sebelum dimulai, i wanna say sorry for not update my blog yesterday. Jadi, sebenarnya kemaren adalah jadwal upload postingan baru, tentang film, karena ini minggu pertama, gue benar - benar masuk seutuhnya, dan merasa hari rabu itu berat banget (ya iyalah, sehari ngambil 3 mata kuliah, apa ga kelabakan itu?). Jadi, gue memutuskan untuk punya hari libur, yaitu hari rabu. Tapi, gue tetap berusaha upload, tapi konten yang remeh - temeh saja kali, macam review mobil, atau hal - hal yang terlintas sekilas, intinya, ga mau upload yang berat - berat deh di hari rabu, ga kuat otak kalau dipaksa kerja terus.
Jadi, setelah butuh waktu yang cukup lama, kalau ditotal durasi baca buku Dilan dan Milea Trilogi, ini butuh waktu yang ga sedikit, sekitar 2 - 3 minggu, waktu yang cukup lama dihabiskan membaca sebuah novel romantis anak SMA. Jujur saja, gue ga bisa bilang buku ini bagus, tapi cukup puas untuk dibaca, kalau misalnya banyak waktu kosong, coba deh beli buku ini, daripada gue ntar spoiler-nya kejauhan, terus lu kehilangan esensi dari ceritanya, it's better for you to close this tab now!
Gue awalnya ga ada niatan buat beli buku ini, karena gue sendiri bukan tipikal orang romantis, dan merasa ga cocok dengan hal yang berbau seperti itu. Akhirnya, gue mengurungkan niat untuk beli buku ini waktu akhir 2016 kemarin. Tetapi, selama beberapa belakangan ini, teman - teman, baik dari yang akrab hingga jauh, cerita kalau buku ini bagus, mereka bilang "beli saja, mungkin ga sesuai selera, tapi, setidaknya, lu bisa nginget kenangan masa - masa SMA yang indah." Terus, gue hanya mengiyakan, sebenarnya mau jawab bahwa masa SMA gue lebih banyak hinanya daripada senangnya, tapi gue urungkan niat itu, daripada panjang masalahnya.
Januari kemarin, gue memutuskan buat beli buku trilogi ini, awalnya hanya beli 1 buku, "Dilan: dia adalah Dilanku tahun 1990." Buku seri pertama dari trilogi ini, dan niat awal beli buku ini, karena gue ga ada alasan buat beli buku lain. Kebanyakan buku yang gue ingin lagi ga ada stok, atau penulisnya belum menerbitkan buku baru, jadi, ya sudah, gue beli ini buku.
Setelah baca buku seri pertama ini, entah kenapa gue merasa tertarik untuk melanjutkan membaca seri selanjutnya. Seperti ada rasa - rasa penasaran dan rindu akan sosok Dilan yang "katanya" adalah sosok anak remaja cowo yang "sempurna" menurut Milea.
Sebelum dibahas lebih lanjut, mari kita bahas cover bukunya terlebih dahulu, semua seri buku ini menggunakan warna pastel bukan sih? Jadi bukan warna dominan begitu, seperti ada gradasi, yang dimana kalau ngelihat covernya saja berasa kek hati ini adem banget. Pokoknya begitu deh, gue kurang bisa menjelaskannya, wajar, hampir semua cowo kurang begitu ngerti tentang warna. Hehehe. *cari teman* *ditimpuk pakai kenangan* *eh
Tampilan bagus, belum tentu isinya juga bagus, makanya ada istilah don't judge a book by it's cover. Gue percaya itu, dan ya. Gue akuin, buku ini bukan buku yang bagus banget seperti yang gue jelasin pertama, tapi cukup puas untuk dibaca. Terutama untuk edisi 1 dan 2, gaya berceritanya yang disampaikan oleh Milea sungguh membuat pembaca merasa tertarik untuk membacanya terus. Ini terasa seperti seorang perempuan menceritakan bahwa hidupnya indah sekali, seperti dunia adalah milik mereka dan yang lainnya numpang. Iri? Tentu. Gue iri bagaimana bisa, seorang wanita yang biasanya menjunjung tinggi rasa egois, berani menceritakan apa adanya tentang kisah hidupnya di masa lalu. How brave she is? Sampai sekarang pun, cerita tentang Milea masih terkenang di kepala.
Berbeda dengan Milea, si Dilan. Dia menceritakan seluruh kisah masa lalunya seperti dia sudah menerima kesalahannya. Dia mengklarifikasi beberapa hal yang diceritakan oleh Milea, dan menambahkan beberapa cerita yang seharusnya pembaca tahu, bahwa kisah cinta mereka tidak seindah kisah di negeri dongeng, yang dimana happily ever after itu benar adanya di sana. Sedangkan di sini? Kita tidak selalu mendapat yang kita inginkan bukan? :)
Meskipun diceritakan oleh 2 orang yang berbeda, tapi jiwa dari Pidi Baiq yang seorang imigran dari Surga ini tetap ada. Gaya penulisan, cara pembawaan alur cerita hingga beberapa hal - hal kecil seperti puisi tulisan Dilan pun diperhatikan seutuhnya oleh dia. Jujur, gue cukup menikmatinya, meskipun tentu, gue ga bisa merasakan hal yang sama, karena beberapa alasan, seperti Bandung tahun 1990-an, lalu cerita tentang masa orde baru yang mencekam saat itu, dan beberapa faktor lainnya, tetapi sungguh, i really enjoy the story.
Buku ini rekomendasi banget, kalau misalnya lu ingin baca buku yang santai tapi cukup menggugah perasaan pada waktu jaman SMA. Penulisan yang disampaikan pun bukan menggunakan bahasa yang ribet, tetapi cukup mudah untuk dimengerti, dan kalau misalnya lu ingin mengetahui cara penulisan yang khas, you can read his book, first. Karena, berdasarkan pengamatan gue beberapa buku belakangan ini, para penulis yang terkenal, selalu mempunyai gaya penulisan yang khas. So, just enjoy this book. I really sure recomended this book. :)
Jadi, setelah butuh waktu yang cukup lama, kalau ditotal durasi baca buku Dilan dan Milea Trilogi, ini butuh waktu yang ga sedikit, sekitar 2 - 3 minggu, waktu yang cukup lama dihabiskan membaca sebuah novel romantis anak SMA. Jujur saja, gue ga bisa bilang buku ini bagus, tapi cukup puas untuk dibaca, kalau misalnya banyak waktu kosong, coba deh beli buku ini, daripada gue ntar spoiler-nya kejauhan, terus lu kehilangan esensi dari ceritanya, it's better for you to close this tab now!
Gue awalnya ga ada niatan buat beli buku ini, karena gue sendiri bukan tipikal orang romantis, dan merasa ga cocok dengan hal yang berbau seperti itu. Akhirnya, gue mengurungkan niat untuk beli buku ini waktu akhir 2016 kemarin. Tetapi, selama beberapa belakangan ini, teman - teman, baik dari yang akrab hingga jauh, cerita kalau buku ini bagus, mereka bilang "beli saja, mungkin ga sesuai selera, tapi, setidaknya, lu bisa nginget kenangan masa - masa SMA yang indah." Terus, gue hanya mengiyakan, sebenarnya mau jawab bahwa masa SMA gue lebih banyak hinanya daripada senangnya, tapi gue urungkan niat itu, daripada panjang masalahnya.
Januari kemarin, gue memutuskan buat beli buku trilogi ini, awalnya hanya beli 1 buku, "Dilan: dia adalah Dilanku tahun 1990." Buku seri pertama dari trilogi ini, dan niat awal beli buku ini, karena gue ga ada alasan buat beli buku lain. Kebanyakan buku yang gue ingin lagi ga ada stok, atau penulisnya belum menerbitkan buku baru, jadi, ya sudah, gue beli ini buku.
Setelah baca buku seri pertama ini, entah kenapa gue merasa tertarik untuk melanjutkan membaca seri selanjutnya. Seperti ada rasa - rasa penasaran dan rindu akan sosok Dilan yang "katanya" adalah sosok anak remaja cowo yang "sempurna" menurut Milea.
Sebelum dibahas lebih lanjut, mari kita bahas cover bukunya terlebih dahulu, semua seri buku ini menggunakan warna pastel bukan sih? Jadi bukan warna dominan begitu, seperti ada gradasi, yang dimana kalau ngelihat covernya saja berasa kek hati ini adem banget. Pokoknya begitu deh, gue kurang bisa menjelaskannya, wajar, hampir semua cowo kurang begitu ngerti tentang warna. Hehehe. *cari teman* *ditimpuk pakai kenangan* *eh
Tampilan bagus, belum tentu isinya juga bagus, makanya ada istilah don't judge a book by it's cover. Gue percaya itu, dan ya. Gue akuin, buku ini bukan buku yang bagus banget seperti yang gue jelasin pertama, tapi cukup puas untuk dibaca. Terutama untuk edisi 1 dan 2, gaya berceritanya yang disampaikan oleh Milea sungguh membuat pembaca merasa tertarik untuk membacanya terus. Ini terasa seperti seorang perempuan menceritakan bahwa hidupnya indah sekali, seperti dunia adalah milik mereka dan yang lainnya numpang. Iri? Tentu. Gue iri bagaimana bisa, seorang wanita yang biasanya menjunjung tinggi rasa egois, berani menceritakan apa adanya tentang kisah hidupnya di masa lalu. How brave she is? Sampai sekarang pun, cerita tentang Milea masih terkenang di kepala.
Berbeda dengan Milea, si Dilan. Dia menceritakan seluruh kisah masa lalunya seperti dia sudah menerima kesalahannya. Dia mengklarifikasi beberapa hal yang diceritakan oleh Milea, dan menambahkan beberapa cerita yang seharusnya pembaca tahu, bahwa kisah cinta mereka tidak seindah kisah di negeri dongeng, yang dimana happily ever after itu benar adanya di sana. Sedangkan di sini? Kita tidak selalu mendapat yang kita inginkan bukan? :)
Meskipun diceritakan oleh 2 orang yang berbeda, tapi jiwa dari Pidi Baiq yang seorang imigran dari Surga ini tetap ada. Gaya penulisan, cara pembawaan alur cerita hingga beberapa hal - hal kecil seperti puisi tulisan Dilan pun diperhatikan seutuhnya oleh dia. Jujur, gue cukup menikmatinya, meskipun tentu, gue ga bisa merasakan hal yang sama, karena beberapa alasan, seperti Bandung tahun 1990-an, lalu cerita tentang masa orde baru yang mencekam saat itu, dan beberapa faktor lainnya, tetapi sungguh, i really enjoy the story.
Buku ini rekomendasi banget, kalau misalnya lu ingin baca buku yang santai tapi cukup menggugah perasaan pada waktu jaman SMA. Penulisan yang disampaikan pun bukan menggunakan bahasa yang ribet, tetapi cukup mudah untuk dimengerti, dan kalau misalnya lu ingin mengetahui cara penulisan yang khas, you can read his book, first. Karena, berdasarkan pengamatan gue beberapa buku belakangan ini, para penulis yang terkenal, selalu mempunyai gaya penulisan yang khas. So, just enjoy this book. I really sure recomended this book. :)
Komentar
Posting Komentar