Menikmati hidup.
Karena aku menikmati hidup apa adanya, dengan sedikit ekspektasi, berusaha lebih banyak, dan keputusan akhir ada di tangan-Nya.
Setiap manusia pasti punya kelebihannya masing-masing, pasti itu. Bisa saja, aku pandai menyusun kata seolah itu hidup, sedangkan kamu tidak. Kamu pintar menggambar, sedangkan aku hanya bisa menikmatinya. Setiap manusia punya kelebihannya masing-masing. Tapi, yang lucu adalah, menjadi beda itu masalah. Itu yang aku pelajari dahulu, ketika masih kecil. Sekitar masa SD hingga SMA. Belum percaya? Coba kamu ingat-ingat, masa SD hingga SMA-mu bagaimana? (:
Baiklah, aku akui setiap manusia punya pengalamannya masing-masing. Tetapi, pasti punya kesimpulan yang sama. Menjadi berbeda itu salah, bahkan bisa berujung dengan bullying. Ketika aku SD, sewaktu pelajaran bahasa daerah, bahasa Jawa. Aku jujur saja, tak terlalu tahu banyak tentang bahasa asing. Karena hal ini pula, aku di-bully 1 kelas. Iya, 1 kelas. Mereka tak ingat, tetapi aku selalu ingat waktu itu. Ada lagi, ketika masa SMA. Di masa ini, semuanya hampir identik dengan hal yang sama, percintaan. Aku sebenarnya tak ada masalah dengan ini, tetapi temanku yang memiliki masalah. Ketika mantannya yang dekat denganku, dan berakhirlah aku di-bully 1 angkatan. Hei??? Siapa yang bisa menyalahkan orang jatuh cinta? No ones. Tapi, apa yang aku dapat? Ah, menyebalkan kalau mengingat masa itu. Kalau kamu tanya, kenapa aku membahas masalah percintaanku semasa SMA, mendingan kamu lihat postinganku yang sebelum-sebelumnya. Supaya kamu lebih memahami, karena aku sudah pernah membahasnya di situ beberapa kali.
Semua kasus di atas punya kesamaan. Menjadi berbeda itu "salah" di mata masyarakat. Tidak semua orang menghargai perbedaan, bahkan cenderung menjauhinya. Banyak kok contohnya, rasisme di masyarakat salah satunya. Beda kulit, cara pandang, hingga pola pikir saja bisa menimbulkan konflik. Hal ini pun, akhirnya membuat manusia semakin jengah dan enggan percaya pada manusia. Enggan. Bagaimana mau percaya, kalau misalnya nanti akan disakiti lagi? Banyak kok yang berpikiran begitu, sehingga mereka membuat semacam "perlindungan diri". Caranya beragam, ada yang menutup diri, bahkan hingga mencaci sesama. Sounds creepy, right? Itu yang sedang terjadi di masyarakat. Itu.
Lalu, bagaimana cara mengatasinya? Aku sendiri pun belum tahu, bahkan cenderung pesimis ketika harus berharap pada manusia. Jujur saja, kenapa harus berbohong soal ini? Mungkin, kamu mau mengikuti caraku. Belum tentu berhasil, tetapi aku masih mencobanya. Cukup sederhana kok caranya, rendahkan ekspektasimu ketika berhadapan dengan manusia, berusaha dari diri sendiri lebih banyak daripada sebelumnya, dan yang terakhir, serahkan segala keputusan kepada-Nya. Terdengar klasik memang, tetapi tidak ada salahnya mencoba kan? Ingat, seburuk-buruknya berharap adalah kepada manusia. Sebaik-baiknya berharap adalah kepada usaha diri sendiri, dan berserah kepada-Nya. Kalau kamu tidak percaya dengan Tuhan, tak masalah. Setidaknya, kamu masih percaya akan diri sendiri kan? (:
Komentar
Posting Komentar